tugas IAD-ISD-IBD (individu, keluarga dan masyarakat)

Makalah
Individu, Keluarga, Masyarakat, dan Relasi Individu dengan Lingkungan sosial
Makalah Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Perkulihan
“IAD-ISD-IBD”


Disusun oleh:
Kelompok 7  Kelas C PGMI

Lola Oktafianti                  (D97214111)
M. Pagar Alam                  (D97214089)
Sofiatul Ainuna                  (D97214100)
Siti Hamidah                      (D97214122)

Dosen Pengampuh :
Nanang kholidin, S.Ag, M. Pd.I

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan
Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Tahun 2014



KATA PENGANTAR

            Syukur alhamdulillah, merupakansatu kata yang sangat pantas kami ucapkan kepada Allah swt. Karena bimbinganNya lah sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah IAD-ISD-IBD yang berjudul “Individu, Keluarga, Masyarakat, dan Relasi Individu dengan Lingkungan sosial
                 Adapun penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa indonesia. Meskipun dengan sistem penyusunan yang ringkas, kami mengharapkan makalah ini dapat memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak Nanang Kholidin, S.Ag, M.Pd.I. selaku dosen pengampuh matakuliah kelas kami.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini. Akhir kata, terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya.



                                                                        Surabaya, 08 November  2014

                                                                                        Penulis





DAFTAR ISI

Halaman judul ..................................................................................... i
Kata pengantar..................................................................................... ii
Daftar isi............................................................................................... iii
Bab I..................................................................................................... 1
1.1  Latar Belakang................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah............................................................... 1
1.3  Tujuan penulisan................................................................. 1
           Bab II.................................................................................................... 2
2.1  Individu................................................................................2
2.2  Keluarga...............................................................................5
2.3  Masyarakat...........................................................................8
2.4  Relasi Individu dengan Sosial............................................11
Bab III.................................................................................................. 15
3.1  Kesimpulan......................................................................... 15


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk individu, keluarga dan masyarakat oleh karenanya manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok atau berorganisasi dan membutuhkan orang lain. Masyarakat merupakan wadah berkumpulnya individu-individu yang hidup secara sosial, masyarakat terdiri dari ‘Saya’, ‘Anda’ dan ‘Mereka’ yang memiliki kehendak dan keinginan hidup bersama. Kita tahu dan menyadari bahwa manusia sebagai individu dan makhluk sosial serta memahami tugas dan kewajibannya dalam setiap tatanan kehidupan berkelompok dan dalam struktur dan sistem sosial yang ada.
1.2  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian dari  individu?
2.    Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan individu ?
3.    Apa pengertian dari keluarga?
4.    Apa fungsi dari keluarga?
5.    Apa pengertian dari masyarakat?
6.    Apa saja golongan masyarakat?
7.    Bagaimana relasi individu dengan lingkungan sosial?
1.3  Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui pengertian dari  individu
2.    Untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan dan perkembangan  individu
3.    Untuk mengetahui pengertian dari keluarga
4.    Untuk mengetahui fungsi dari keluarga
5.    Untuk mengetahui pengertian dari masyarakat
6.    Untuk mengetahui apa saja golongan masyarakat
7.    Untuk mengetahui bagaimana relasi individu dengan lingkungan sosial
BAB II
       PEMBAHASAN
2.1.  Individu
Kata “Individu” berasal dari kata latin yakni individuum,  yang memiliki arti “yang tak terbagi”, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipaki untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas, individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dibagi, melainkan sebagai manusia perorangan sehingga sering disebut “orang seorang” atau “manusia perorangan”, individu dalam hal ini adalah seorang  manusia yang tidak hanya memiliki peranan- peranan yang khas di dalam lingkungan sosialnya melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik tentang dirinya, akan tetapi dalam banyak hal ada pula persamaannya disamping hal-hal yang spesifik tentang dirinya dengan orang lain.
 Timbulnya perbedaan manusia perseorangan dengan lainnya bukan hanya disebabkan oleh pembawaan saja akan tetapi juga melalui konteks dengan dunia yang telah mempunyai sejarah dengan peradabannya, seperti bahasa, agama, budaya, adat istiadat dan kebiasaan, norma, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Semua aspek itu akan dilaluinya oleh setiap individu untuk menuju kedewasaan atau kematangannya. Dan hal ini akan diikuti oleh generasi-generasi berikutnya, oleh karena itu tidak heran jika individu yang satu berbeda dengan individu yang lainnya, karena sejarah perdaban yang membawanya berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan yang saling menyolok terutama antar suku, antar bangsa, dalam hubungan ini kita sering mendengar konsep tentang kerukunan nasional atau integritas nasional atau jiwa nasionalis yang sering diucapkan oleh pemerintah, maksudnya adalah untuk melebur perbedaan-perbedaan yang diantara suku-suku bangsa dalam menuju bangsa.
Betapapun besarnya pengaruh lingkungan sosial terhadap pengaruh lingkungan sosial terhadap individu, individu tetap mempunyai watak dan sifat tertentu didalam hubungannya dengan manusia lain. Watak seorang individu lebih menjerumus kearah tabiat-tabiat yang dapat disebut benar atau salah, sesuai atai tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang diakui. Jadi watak berkenaan dengan kecenderungan penilaian tingkah laku individu berdasarkan standar-standar moral atau etika. Kekuatan-kekuatan yang ada pada diri individu biasanya sering dipakai untuk bertindak, bahkan kadang-kadang kelebihan, kekuatan dari ukuran rata-rata orang lain sering dipakai untuk menindak pihak lain.
Manusia dikatakan menjadi individu apabila pola tingkah lakunya sudah bersifat spesifik didalam dirinya dan bukan lagi menuruti pola tingkah laku yang umum. Di dalam sebua massa, manusia cenderung menyingkirkan individualitasnya karena tingkah lakunya adalah hampir identik dengan tingkah laku massa yang bersangkutan. Dalam hubungan ini dapat dicirikan, apabila manusia dalam tindakan-tindakannya menjurus kepada kepentingan pribadi, maka disebut manusia sebagai makhluk individu, sebaliknya, apabila tindakan-tindakannya merupakan hubungan dengan manusia lainnya, maka manusia itu dikatakan makhluk sosial.
Pengalaman menunjukkan atau bahkan dapat dijadikan suatu teori untuk melihat tingkat individu dalam masyarakat, bahwa; “jika seorang pengabdiannya kepada diri sendiri besar, maka pengabdiannya kepada masyarakat kecil, sebaliknya, jika seseorang pengabdian kepada diri sendiri kecil, maka pengabdiannya kepada masyarakat besar”. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa proses individualitas pada seseorang, sampai ia menjadi dirinya sendiri, adalah disebut sebagai proses individualitas, atau kadang-kadang juga disebut proses aktualisasi diri.
Selama perkembangan manusia menjadi individu, ia pun mengalami bahwa kepada dirinya dibebani berbagai peranan. Peranan-peranan ini terutama dari kondisi kebersamaan hidup dengan sesama manusia yang disebut makhluk sosial. Tidak jarang dapat timbul konflik pada diri individu, karena tingkah laku yang spesifik dalam dirinya bercorak atau bertentangan dengan peranan yang dituntut oleh masyarakat. Kalau individu tidak ingin mengingkari dirinya sendiri dengan bertingkah laku menurut pola pribadinya, maka ia pun disebut menyimpang dari norma kolektif. Sebaliknya, jika ia takluk dan menuruti kehendak kolektif dengan cara bertingkah laku seperti apa yang diinginkan oleh lingkungan, maka disebut ia kehilangan individualitasnya.
Dalam kenyataan hidup di tengah-tengah masyarakat, setiap warga masyarakat yang wajar adalah menyesuaikan tingkah lakunya menurut situasi aktual yang dihayatinya, mengadaptasikan dengan situasi lingkungan dimana ia berada peranan yang paling tepat ialah bilamana ia mampu bertindak multi peranan, peranan silih berganti, ia harus mampu memerankan sebagai individu dan juga sebagai anggota masyarakat. Keberhasilan seseorang dalam mempertemukan titik optimum yang berada yakni peran individu dan peran sosial, maka ia dapat disebut sebagai seseorang telah sampai pada tingkat “matang” atau “dewasa” dalam arti sosial. Matang atau dewasa dalam arti sosial tidak diukur dari usia, tinggi besarnya fisik tetapi dilihat dari “tingkat berfikirnya tidak lebih dari kekanak-kanakan, sebaliknya seseorang yang berusia relatif muda tapi dalam cara berfikir sudah matang.
 Meskipun pengaruh lingkungan terhadap individu dan khususnya terhadap individu dan khususnya terhadap pembentukan individualitasnya adalah besar, namun sebaliknya individupun berkemampuan untuk mempengaruhi masyarakat, pengaruh yang sangat kuat atau menonjol dalam lingkungan masyarakat maka membuatnya ia menjadi seorang tokoh, pahlawan, atau bahkan sampai menjadi seorang pengacau. Keinginan untuk menjadi seorang yang berpengaruh, dihormati oleh orang lain, seorang yang dituakan oleh rekan lainnya, dan lain-lain akan melekat dalam diri individu masing-masing. Berhasil tidaknya mencapai sasaran tersebut adalah soal kemampuan masing-masing individu. Jadi kemampuan individu menduduki tempat yang dalam hubungannya dengan manusia lain. Sebutan baik atau tidak baik pengaruh individu terhadap masyarakat merupakan hal yang bersifat relatif. Relatifitas ini ditentukan oleh relasi individu dengan masyarakat lingkungannya, oleh karena itu makna individu didalam sebuah sistem masyarakat Indonesia yang pancasilais, maka akan berbeda dengan sistem liberal dan komunis. Begitu pula makna individu dalam suatu musyawarah adalah lain dengan makna individu yang tengah diberikan dalam pendidikan dan doktrin atau ajaran-ajaran yang ditanamkannya. Demikianlah akhirnya, bahwa pemaknaan individu dapat ditinjau dari berbagai aspek atau segi sesuai dengan kepentingan masing-masing.

Pertumbuhan dan Perkembangan Individu
Menurut ilmu jiwa pada anak usia dua bulan daalam kandungan telah mempunyai ikatan psikis dengan ibu kandungnya. Apabila tidak ada hubungan psikis tersebut perkembangan calon bayi akan terhambat. Setelah ia dilahirkan bayi membutuhkan kasih sayang ibu dan pergaulan dengan lingkungan keluarga. Kemudian ia mengenal lingkungan masyarakat di luar rumah, ia tidak hanya menerima kontak sosial tetapi juga memberi kontak sosial. Ia telah mampu mengadaptasikan dirinya dengan kondisi kelompok sosialnya. Dalam interaksi sosial manusia sebagai makhluk individu dapat merealisasikan pola hidupnya secara individu.
Perkembangan individu menjadi seorang pribadi, tidak hanya didukung dan dihambat oleh dirinya sendiri, melainkan juga didukung dan dihambat oleh kelompok sekitarnya. Kondisi fisik di sekitarnya juga besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi sesorang. Kelengkapan dan keserasian anggota tubuh, ketajaman pancaindera, susunan jaringan urat syaraf, dan proses kerja hayat lainnya, besar pengaruhnya terhadap pengembangan potensi-potensi seorang individu.

2.2.  Keluarga
Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan itu sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami-istri dan anak-anak yang belum dewasa.[1]
Para ahli antropologi melihat keluarga sebagai suatu kesatuan sosial terkecil yang dipunyai oleh manusia sebagai makhluk sosial. Pendapat ini didasarkan atas kenyataan bahwa sebuah keluarga adalah suatu kesatuan kekerabatan yang juga merupakan satuan tempat tinggal yang ditandai oleh adanya kerjasama ekonomi, dan mempunyai fungsi untuk berkembang biak mensosialisasikan atau mendidik anak, menolong serta melindungi yang lemah khususnya merawat orang-orang tua mereka yang telah jompo.
Dalam bentuk yang paling dasar, sebuah keluarga terdiri atas seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan ditambah dengan anak-anak mereka yang biasanya tinggal dalam satu rumah yang sama. Satuan satu kelompok seperti itu dalam antropologi dinamakan sebagai keluarga inti. Suatu keluarga ini pada hakekatnya terbentuk oleh adanya suatu hubungan perkawinan yang sah, tetapi tidak selamanya keluarga inti terwujid hanya karena telah disahkan oleh suatu peraturan perkawinan.
Suatu keluarga inti dapat juga terwujud karena seorang laki-laki dan seorang perempuan mengadakan hubungan kelamin secara permanen tanpa melalui suatu pengesahan perkawinan dan tinggal bersama dalam satu rumah dengan anak-anaknya, mereka sehingga merupakan suatu kesatuan sosial. Dibeberapa tempat di indonesia hubungan perkawinan seperti itu dinamakan kawin baku piara, kawin kerbau (kumpul kebo), dalam beberapa waktu yang lalu sekitar tahun 1985-1986, kawin seperti ini sangat gencar diberitakan dalam beberapa surat kabar, baik pusat maupu daerah, dan masalah ini telah juga terungkap oleh hasil penelitian mahasiswa yang dilakukan di Yogyakarta. Tentu permasalahan ini diduga bukan hanya terjadi di Yogya saja tetapi ditempat-tempat lainnya di Indonesia.
Walaupun secara garis besar keluarga inti ini terdiri dari suami istri dan anak-anak mereka didalam satu rumah, tetapi dalam hal-hal tertentu pengertian ini tidak dapat dipakai. Dalam pengertian ini tidak dapat dipakai. Dalam pengertian ini tidak dapat dipakai. Dalam kenyataanya, ada sejumlah masyarakat yang keluarga intinya tidak lengkap, yaitu karena tidak ada suami atau istri yang hidup bersama dalam satu rumah. Dalam keluarga yang tidak lengkap ini, suamilah yang biasanya tidak hidup bersama dalam rumah tersebut bukannya si istri. Dalam beberapa hal, biasanya disebabkan oleh alasan faktor ekonomi. Misalnya di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, sebagian besar suami telah meninggalkan anak dan istri mereka di desa untuk jangka waktu yang cukup lama dengan motif bergadang, misalnya berdagang perabot rumah tangga. Istilah yang paling populer di Jawa Barat adalah “tukang kredit”, yaitu berdagang dengan cara pembayarannya dilakukan secara berangsur, misalnya harian, mingguan atau bulanan. Orang-orang Tasikmalaya ini hampir ada di setiap kota-kota di Indonesia dari sabang sampai merauoke, yakni menjadi tukang kredit. Contoh lain adalah sebagaimana yang diperlihatkan oleh Boedhisantoso dari hasil penelitiannya mengenai keluarga yang hidup di desa Cibuaya, Kabupaten Karawang Jawa Barat. Dari hasil penelitiannya diperoleh suatu kesimpulan bahwa sebagian besar suami telah meninggalkan anak dan istri mereka didesa dalam jangka waktu yang cukup lama ialah untuk bekerja dikota Jakarta dan di tempat-tempat lain yang menghasilkan pendapatan lebih besar dari pada kalau mereka harus tetap tinggal di desanya. Sedangkan menurut Suparlan (1982), bahkan ada juga suami-suami yang meninggalkan anak istri mereka pergi ke Negara lain untuk bekerja, misalnya orang-orang Turki yang dalam jumlah besar bekerja sebagai buruh kasar di Eropa Barat, khususnya di Jerman Barat dan Negeri Belanda.
Dalam berbagai masyarakat terdapat keluarga-keluarga yang tidak hanya terdiri dari seorang suami, seorang istri dan anak-anak mereka tetapi terdiri dari atas seorang suami dan dua orang atau lebih. Keluarga-keluarga semacam ini terwujud, karena dalam masyarakat dizinkan berlakunya perkawinan poligami. Poligami adalah suatu perkawinan yang pasang-pasangannya terdiri atas satu seorang suami dan dua orang istri atau lebih atau dinamakan pula poligini. Sedangkan perkawinan yang pasangan-pasangan terdiri atas seorang istri dengan dua orang suami atau lebih dinamakan poliandri. Model pola perkawinan poligami umumnya berlaku juga bagi masyarakat Indonesia, lebih-lebih sebelum dikeluarkannya undang-undang perkawinan no. 1 tahun 1974 sedangkan perkawinan poliandri sejauh yang diketahui terdapat antara lain pada orang nayar yang hidup dinegara bagian kerala India.
Suatu keluarga inti dapat juga menjadi suatu keluarga luas dengan adanya tambahan dari sejumlah orang lain, baik kerabat maupun tidak kerabat, yang secara bersama-sama hidup dalam satu rumah tangga dengan keluarga inti. Orang-orang sekerabat itu bisa berasal dari pihak suami, atau dari pihak isteri. Sedangkan orang lain biasanya adalah pembantu rumah tangga atau buruh-buruh atau pembantu-pembantu. Dengan adanya perkawinan poligami, keluarga inti akan menjadi keluarga luas. Begitu pula apabila dengan adanya solidaritas tinggi terhadap kerabat, maka keluarga inti telah menjadi keluarga luas. Kerabat ialah orang yang dianggap atau digolongkan sebagai mempunyai hubungan keturunan atau darah dengan keluarga inti.

Fungsi keluarga antara lain adalah:
a)      Pembentukan kepribadian. Orang tua memberi dasar kepribadian kepada anak-anaknya dengan tujuan untuk memproduksikan serta melestarikan kepribadian mereka.
b)      Alat reproduksi kepribadian-kepribadian yang berakar pada etika, estetika dan moral keagamaan dan kebudayaan yang berkorelasi fungsional.
c)      Keluarga merupakan eksponen kebudayaan masyarakat keluarga adalah jenjang dan perantara pertama dalam transimisi kebudayaan. d. Sebagai perkumpulan perekonomian
d)     Pusat pengasuhan dan pendidikan
2.3.  Masyarakat
Dalam bahasa inggris masyarakat adalah society yang berasal dari kata socius artinya kawan sedangkan kata masyarakat berasal dari bahasa arab yaitu syirk yang artinya bergaul, adanya saling bergaul ini tentu ada bentuk-bentuk aturan hidup, yang bukan disebabkan manusia seseorang melainkan disebabkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan. Manusia mulai dari lahir sampai mati sebagai anggota masyarakat mereka bergaul dan saling berinteraksi, karena mempunyai nilai-nilai, norma-norma, cara-cara dan prosedur yang merupakan kebutuhan bersama. Dengan demikian, bahwa hidup dalam masyarakat berarti adanya interaksi sosial dengan orang-orang sekitar dan demikian pula mengalami pengaruh dan mempengaruhi orang lain. Interaksi sosial  sangat utama dalam masyarakat. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa masyarakat merupakan kesetuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh sutu rasa identitas bersama. Selanjutnya, dengan terciptanya sistem adat-istiadat bersama. Selanjutnya, dengan terciptanya sistem adat-istiadat atau sistem bergaul, kemudian diciptakan pula kaidah-kaidah atau norma-norma pergaulan yang akhirnya menciptkan suatu kebudayaan. Koentjaraningrat (1974) menyatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang terikat oleh suatu system adat-istiadat tertentu.
Ralph Linton menyatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebgai kesatuan sesuai dengan batas yang dirumuskan dengan jelas. Sedangkan menurut Selo sumardjan menyatakan bahwa masyrakat ialah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.
Usaha untuk menggembangkan konsep masyarakat ternyata tidak menghasilkan suatu rumusan yang seragam. Satu aspek yang tampak disepakati bersama adalah masyarakat yang menyangkut setiap kelompok manusia yang hidup bersama. Maka dalam usaha menyamakan pandangan tentang masyarakat ini yang paling penting adalah memberikan butir-butir dan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Hidup bersama dikatakan sebagai mastarakat apabila mepunyai unsur-unsur sebagai berikut :
a)      Manusia yang hidup bersama,
b)      Bercampur atau bersama-sama untuk waktu yg cukup lama,
c)      Menyadari bahwa mereka merupakan satu kesatuan,
d)     Mematuhi terhadap norma-norma atau peraturan-peraturan yang menjadi kesepakatan bersama,
e)      Menyadari bahwa mereka bersam-sama diikat oleh perasaan diantara para anggota yang satu dengan yang lainnya, dan
f)       Menghasilkan suatu kebudayaan tertentu.
Demikianlah akhirnya bahwa masyarakat mengandung pengertian yang sangat luas dan dapat meliputi seluruh umat manusia. Masyarakat terdiri atas berbagai kelompok besar maupun kecil tergantung dalam jumlah anggotanya. Dua orang atau lebih dapat merupakan kelompok. Dalam pengelompokan sering dibedakan kelompok primer dan kelompok sekunder. Dilihat dari fungsinya ada klompok orang dalam (in-group) dan rang luar (out-group). Semua jenis kelompok diatas hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat.
Menurut Soewaryo Wangsanegara (1986 : 33), masyarakat berdasarkan perkembangan dan pertumbuhannya dapat digolongkan menjadi: a. Masyarakat sederhana (primitif). Pola pembagian kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin yang didasari atas perbedaan kemampuan fisik. b. Masyarakat maju. Kelompok organisasi kemasyarakatan tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan serta tujuan yang akan dicapai. Masyarakat maju terdiri:
1.      Masyarakat non industri yang terdiri dari:
a)      Kelompok primer, interaksi antar anggota terjalin intensif karena para anggota sering berdialog "face to face group". Sifat interaksi bercorak kekeluargaaan dan lebih berdasarkan simpati. Pembagian kerja tidak secara tegas. Contoh keluarga, RT, kelompok belajar dan kelompok agama.
b)      Kelompok sekunder. Terdapat interaksi tak langsung, formal dan kurang bersifat kekeluargaan. Pembagian kerja diatur atas pertimbangan rasional objektif dan atas kemampuan masing-masing. Contoh organisasi parta politik dan organisasi profesi.
2.      Masyarakat industri
Jika pembagian kerja bertambah komplek, suatu tanda bahwa kapasitas masyarakat semakin tinggi. Solidaritas didasarkan pada hubungan saling ketergantungan antara kelompok yang telah mengenal pengkhususan yakni kepandaian/keahlian khusus yang dimiliki seseorang secara mandiri sampai batas tertentu.
2.4  Relasi individu dengan lingkungan sosial
1.      Relasi Individu dengan keluarga
Sejak kehadirannya di muka bumi, manusia sebagai makhluk individu memiliki relasi-relasi mutlak dengan kesatuan sosial yang bernama keluarga. Ia dilahirkan dari keluarga, tumbuh dan berkembang, untuk kemudian membentuk sendiri keluarga batinnya. Bagi anak-anak yang masih kecil, situasi sekelilingnya adalah keluarga sendiri. Gambaran diri oleh keluarga kepeda mereka persepsi mereka mengenai dirinya, dunia dan masyarakat di sekilingnya secara langsung dipengaruhi oleh tindakan dan keyakinan keluarga-keluarga mereka. Nilai-nilai yang dimiliki oleh individu, semuanya berawal dari dalam lingkungan keluarga sendiri. Dalam lingkungan keluarga, individu melakukan hubungan dengan ayah, ibu dan kakak beradik. Dengan orang tua dan dengan saudara-saudara sekandung terjalin relasi biologik, kemudian disusul oleh  relasi psikologik dan sosial pada umumnya. Posisi dan peranan individu di dalam keluarga pada dasarnya sebagai konsekuensi dari relasi biologik, psikologik dan social. Relasi-relasi di atas dinyatakan melalui bahasa, adat kebiasaan yang berlaku. Relasi-relasi berikutnya yaitu interaksi sosial antara individu dengan keluarganya merupakan bidang perhatian psikolog social.
2.      Relasi individu dengan lembaga.
Kelembagaan sosial merupakan keutuhan tatanan perilaku manusia dalam hidup bersama di dalam masyarakat. Tumbuhnya imdividu ke dalam lembaga-lembaga sosial berlangsung melalui proses sosialisasi, sebab proses tersebut mengandung arti bahwa lembaga-lembaga masyarakat yang berada di dalam lingkungan individu makin disadari olehnya sebagai realitas-realitas objektif. Sebuah lembaga adalah sebuah organisasi yang eksistensinya memiliki dasar, legitimasi, apabila lembaga tersebut merupakan realitas subjektif untuk sebagian masyarakat. Lembaga tersebut menjadi legalitas, jikalau eksistensinya di objektivasi melalui jalur hukum.
Posisi dan peranan individu di dalam setiap kelembagaan sosial pada umumnya sudah dibakukan, yaitu berdasarkan moral, adat atau hukum yang berlaku. Relasi-relasi individu dengan kelembagaan ditentukan menurut pola yang pasti. Artinya, individualitasnya ditampung di dalam struktur hubungan yang ada pada lembaga tersebut. Tingkah laku individu tetap spesifik dan berbeda dari tingkah laku individu yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena posisi dan peranan individu di dalam struktur lingkungan kelembagaan sosial yang sudah jelas. Individu di dalam struktur kelembagaan sosial dapat memiliki posisi sebagai ketua atau sebagai anggota. Individu bisa jadi sebagai sesepuh, pemimpin atau tokoh pada umumnya.
Kompleksitas interaksi sosial yang muncul sebagai akibat jalinan relasi-relasi individu dengan unsur-unsur lainnya dalam keseluruhan struktur itu, juga menjadi perhatian psikolog sosial.
3.      Relasi individu dengan komunitas
Cohen menyatakan bahwa komunitas dapat didefinisikan sebagai kelompok khusus dari orang-orang yang tinggal dalam wilayah tertentu, memiliki kebudayaan dan gaya hidup yang sama, sadar sebagai satu-kesatuan, dan dapat bertindak secara kolektif dalam usaha mereka tercapai sesuatu tujuan contoh-contoh komunitas misalnya: kota, desa, rukun tetangga dan wilayah-wilayah metropolitan, poplin menyatakan bahwa komunitas diartikan sebagai satuan kebersamaan hidup sejumlah orang banyak, yang memiliki ciri-ciri:
a)      Teritorialitas yang terbatas
b)      Keorganisasian tata kehidupan bersama, dan
c)      Berlakunya nilai-nilai dan orientasi nilai yang kolektif.
Ketentuan batas-batas wilayah dapat bersifat objektif maupun subjektif,  tindih di dalam kehidupan sebuah komunitas. Komunitas di samping contoh-contoh di atas, juga termasuk individu-individu, keluarga-keluarga. Lembaga-lembaga sosial, yang saling berhubungan secara interdependensi.
Makna kehidupan dalam komunitas turut ditentukan oleh orientasi nilai yang berlaku di dalam komunitas itu. Aspek kebudayaan misalnya, turut menentukan pranata sosial, struktur kerabat keluarga dan perilaku individu maupun kolektif. Posisi dan peran individu dalam sebuah komunitas tidak seperti halnya di dalam keluarga, ia tidak lagi bersifat langsung, sebab dampak tingkah lakunya tertampung oleh keluarga dan kelembagaan yang mencakup dirinya. Sebaliknya, pengaruh komunitas terhadap individu tersalur melalui keluarga dan lembaga-lembaga yang ada. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa keluarga dan lembaga-lembaga di dalam sebuah komunitas dapat dipandang sebagai wahana sosialisasi atau penyebar ide-ide kebudayaan. Komunikasi dengan karakteristik yang khas pada umumnya menjadi perhatian ilmu antropologi. Jika komunitas tersebut di abstrasikan menjadi model kehidupan bersama yang utuh, maka masuk pula menjadi pembahasan sosiologi.
4.      Relasi Individu dengan Masyarakat
Masyarakat merupakan satuan lingkungan sosial yang bersifat yang bersifat makro. Agak berbeda dengan pengertian komunitas, sebab aspek kriterium pada sebuah masyarakat kurang ditekankan. Namun aspek-aspek keraturan sosial dan wawasan hidup kolelua memperoleh bobot yang lebih besar pula sebab kedua aspek itu menunjukkan pada derajat integrasi masyarakat dan tingkat keorganisasiannya. Dalam konteks yang lebih luas dan komprehensif, masyarakat pada umumnya dipandang dari sudut sosiologi. Fungsi, struktur, proses dan menjelaskan fenomena-fenomena kemasyarakatan menurut presepsi makro.
Masyarakat dikatakan bersifat makro, sebab terdiri dari sekian banyak komuniti, dan masing-masing komuniti dengan karakteristik yang mungkin berbeda. Sedangkan setiap komuniti juga sekaligus mencakup berbagai macam keluarga dan lembaga yang pada hakekatnya terdiri dari individu-individu. Relasi individu dengan masyarakat ini lebih bersifat “abstraksi”, lain dengan sebuah komunitas apalagi keluarga atau lembaga, dimana relasi individu lingkungan sosial terbatas lebih kongrit sifatnya. Didalam sebuah komuniti, seorang yang bernama A,dari keluarga B, dan dari golongan C. Didalam masyarakat, seorang pencuri adalah seorang pelaku yang menyimpang dari norma-norma keteraturan sosial dan sekaligus dapat berperan sebagai indikator tinggi rendahnya keamanan lingkungan untuk wilayah pemukiman tertentu.

5.      Relasi individu dengan kebangsaan
Ernest Renan (1823-1892) menyatakan bahwa nasion (kebangsaan) adalah suatu jiwa, suatu solidaritas yang besar yang terbentuk oleh perasaan yang timbul sebagai akibat pengorbanan-pengorbanan yang telah dibuat dan dalam masa depan bersedia dibuat lagi. Persetujuan keinginan dinyatakan dengan jelas untuk melanjutkan kehidupan bersama. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa berbangsa dalam wawasan hidupnya lebih ditekankan atas dasar nilai-nilai kolektif, tidak dilandasi oleh kebudayaan dalam arti yang sempit melainkan lebih dekat dengan rumusan aspirasi bangsa seperti dicantumkan didalam undang-undang dasarnya.
Relasi individu dengan kebangsaannya dinyatakan pula dengan posisi serta peranan-peranan yang ada pada dirinya, tetapi yang kesemuanya itu tercantum melalui unit-unit lingkungan sosial yang lebih mikro. Hubungan langsung individu dengan kebangsaannya di ekspresikan melalui posisinya sebagai warga negara.
Dari uraian mengenai relasi individu dengan lima macam lingkungan sosial mulai dari keluarga sampai kebangsaan tersebut dapat ditarik kesimpulan sementara, bahwa individu mempunyai makna langsung apabila konteks situasionalnya adalah keluarga atau lembaga sosial, sedangkan individu dalam konteks lingkungan sosial yang lebih besar, seperti dalam masyarakat atau berbangsa, maka posisi dan peranan individu semakin abstrak.






BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Kata “Individu” berasal dari kata latin yakni individuum,  yang memiliki arti “yang tak terbagi”, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipaki untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas, individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dibagi, melainkan sebagai manusia perorangan sehingga sering disebut “orang seorang” atau “manusia perorangan”.
 Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan itu sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak.
Dalam bahasa inggris masyarakat adalah society yang berasal dari kata socius artinya kawan sedangkan kata masyarakat berasal dari bahasa arab yaitu syirk yang artinya bergaul, adanya saling bergaul ini tentu ada bentuk-bentuk aturan hidup, yang bukan disebabkan manusia seseorang melainkan disebabkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan. Relasi Individu dengan Lingkungan Sosial. Menurut Wahyu, individu mempunyai lima macam relasi dengan lingkungan sosial yaitu:
a)      Relasi individu dengan keluarga
b)      Relasi individu dengan lembaga
c)      Relasi individu dengan komunitas
d)     Relasi individu dengan masyarakat
e)      Relasi individu dengan nasion







[1] Hartono dan Arnicum aziz, MKDU: Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta:PT Bumi Aksara, Cet. VII. 2008),hal. 79. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Slotz Casino | Exclusive Bonus & Free Spins - LuckyClub
The best Slotz Casino review and sign up bonus from Lucky Club for only $25 + 50 spins. Deposit at least $25 & luckyclub.live play with minimum deposit of $10.

Posting Komentar